Sabtu, 30 Oktober 2010

Upacara Adat Jawa Untuk Bayi !

Upacara tingkepan disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.


Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan dimandikan dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus.



Tata Cara Pelaksanaan Upacara Tingkepan


Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.


Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.

Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan sudah "pantas apa belum", sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir "belum pantas."


Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab "pantes."

Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut : – Sidoluhur – Sidomukti – Truntum – Wahyu Tumurun – Udan Riris – Sido Asih – Lasem sebagai Kain – Dringin sebagai Kemben

Makna nyamping yang biasa dipakai secara berganti-ganti pada upacara mitoni mempunyai beberapa pilihan motif yang semuanya dapat dimaknai secara baik antara lain sebagai berikut :


- Wahyu Tumurun

Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat. Petunjuk dan perlindungan dari Nya


- Sido Asih

Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih


- Sidomukti.

Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.


- Truntum.

Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.


- Sidoluhur.

Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.


- Parangkusumo.

Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh. Diharapkan dapat mikul dhuwur mendhem jero, artinya menjunjung harkat dan martabat orang tua serta mengharumkan nama baik keluarga.


- Semen romo.

Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.


- Udan riris.

Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.


- Cakar ayam.

Maknanya agar anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya dan berlebihan.


- Grompol.

Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga (nggrompol : berkumpul).


- Lasem.

Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.


- Dringin.

Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.


Mori dipakai sebagai busana dasar sebelum berganti-ganti nyamping, dengan maksud bahwa segala perilaku calon ibu senantiasa dilambari dengan hati bersih.Jika suatu saat keluarga tersebut bahagia sejahtera dengan berbagai fasilitas atau kekayaan atau memiliki kedudukan maka hatinya tetap bersih tidak sombong atau congkak, serta senantiasa bertakwa kepada Tuhan YME.


Pemutusan Lawe atau janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu, dilakukan calon ayah menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud agar bayi dalam kandungan akan lahir dengan mudah.


Calon nenek dari pihak calon ibu, menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu besan. Sebelumnya kelapa gading diteroboskan dari atas ke dalam kain yang dipakai calon ibu lewat perut, terus ke bawah, diterima (ditampani) oleh calon nenek, maknanya agar bayi dapat lahir dengan mudah, tanpa kesulitan.


Calon ayah memecah kelapa, dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Harjuna dan Wara Sembodro atau Srikandi.


Upacara memilih nasi kuning yang diletak di dalam takir sang suami. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara jual dawet dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting (kreweng), yang dibentuk bulat, seolah-olah seperti uang logam. Hasil penjualan dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari tanah liat. Kwali yang berisi uang kreweng dipecah di depan pintu. Maknanya agar anak yang dilahirkan banyak mendapat rejeki, dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.


Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara Tingkepan antara lain :

Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot.

Tumpeng Kuat , maknanya bayi yang akan dilahirkan nanti sehat

dan kuat, (Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias).

Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar (Kue,buah,makanan kecil)

Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak,bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga

Dawet, supaya menyegarkan.

Keleman Semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh macam.

Sajen Medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak pertama dan seterusnya, macamnya :

Nasi Kuning berbentuk kerucut


Enten-enten, yaitu kelapa yang telah diparut dicampur dengan gula kelapa dimasak sampai kering.

Nasi loyang, nasi kuning yang direndam dalam air,kemudian dikukus kembali dan diberi kelapa yang telah diparut.

Bubur procot yaitu tepung beras, santan secukupnya, gula kelapa dimasak secara utuh, dimasukkan ke dalam periuk untuk dimasak bersama-sama

Kronologis Upacara Tingkepan


Waktu Pelaksanaan

Antara pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.00 Calon ibu mandi dan cuci rambut yang bersih, mencerminkan kemauan yang suci dan bersih.

Kira-kira pukul 15.00-16.00, upacara tingkepan dapat dimulai, menurut kepercayaan pada jam-jam itulah bidadari turun mandi. undangan sebaiknya dicantumkan lebih awal pukul 14.30 WIB


Hari Pelaksanaan

Biasanya dipilih hari Rabu atau hari Sabtu, tanggal 14 dan 15 tanggal jawa, menurut kepercayaan agar bayi yang dilahirkan memiliki cahaya yang bersinar, dan menjadi anak yang cerdas.


Pelaksana yang menyirami/memandikan

Para Ibu yang jumlahnya tujuh orang, yang terdiri dari sesepuh terdekat. Upacara dipimpin oleh ibu yang sudah berpengalaman.


Perlengkapan yang diperlukan :

Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih, Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman.


Perlengkapan lainnya


Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman.

Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk)

Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.

Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir.

Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman

Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman.

Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik

Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro.

Busana Nyamping aneka ragam, dua meter lawe atau janur kuning

Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.

Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan.

Selamatan/ Sesaji Tingkepan


Tumpeng Robyong dengan kuluban, telur ayam rebus, ikan asin yang digoreng.

Peyon atau pleret adonan kue/nogosari diberi warna-warni dibungkus plastik, kemudian dikukus.

Satu Pasang Ayam bekakah (Ingkung panggang)

Ketupat Lepet (Ketupat dibelah diisi bumbu)

Bermacam-buah-buahan

Jajan Pasar dan Pala Pendem (Ubi-ubian)

Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam goring sangan

Bubur Putih satu piring

Bubur Merah satu Piring

Bubur Sengkala satu piring

Bubur Procot/ Ketan Procot, ketan dikaru santan, setelah masak dibungkus dengan daun/janur kuning yang memanjang tidak boleh dipotong atau dibiting.

Nasi Kuning ditaburi telur dadar, ikan teri goring, ayam,rempah

Dawet Ayu (cendol, santan dengan gula jawa)

Rujak Manis terdiri dari tujuh macam buah.

Perlengkapan selamatan Tingkepan diatas, dibacakan doa untuk keselamatan seluruh keluarga. Kemudian dinikmati bersama tamu undangan dengan minum dawet ayu, sebagai penutup.


UPACARA SELAPANAN


Bila bayi sudah mencapai umur selapan atau 35 hari perlu juga diselamati. Bila kemampuan mengizinkan biasanya mendatangkan tamu dengan disertai keramaian misalnya klenengan, ketoprak, pentas wayang dan sebagainya.


Selamatan yang diperlukan adalah nasi tumpeng beserta sayur-sayuran, jenang merah putih, jajan pasar, telur ayam yang telah direbus secukupnya. Di dekat tempat tidur bayi diletakkan sesaji intuk-intuk. Intuk-intuk yaitu tumpeng kecil yang dibalut dengan daun pisang (Jawa: diconthongi), di puncaknya dicoblosi bawang merah, cabe merah (lombok abang). Di samping dan sekitarnya dihiasi dengan bermacam-macam warna bunga (sekar mancawarna).


Tumpeng berlubang atau bermata (bathok bolu), dilengkapi dengan telur ayam mentah, kemiri dan kluwak. Bayi yang telah berumur selapan atau 35 hari rambutnya dicukur, kukunya dipotong. Menurut kepercayaan, rambut cukuran pertama, potongan kuku pertama dan puser yang telah terlepas dijadikan satu, dicampur dengan kembang telon(tiga macam bunga) yang kemudian dibungkus menjadi satu. Bila bayi itu telah dewasa kelak isi bungkusan tadi ditelan bersama-sama dengan pisang mas. Hal tersebut bermanfaat untuk tulak balak artinya tidak akan terkena guna-guna dan terlepas dari segala macam bahaya.


UPACARA TEDAK SITEN


Apabila seorang anak sudah berumur tujuh lapan (7 x 35 hari) biasanya diadakan upacara tedak siten, yaitu upacara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada tanah/bumi, dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan. Pada umumnya upacara dilangsungkan pada pagi hari di halaman rumah, perlengkapan yang perlu dipersiapkan :


Sesaji selamatan yang terdiri dari : nasi tumpeng dengan sayur mayur, jenang (bubur) merah dan putih, jenang boro-boro, jajan pasar lengkap

Juwadah (uli) tujuh macam warna yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, jambon (jingga), ungu.

Sekar (bunga) setaman yang ditempatkan dalam bokor besar dan tanah.

Tangga yang dibuat dari batang tebu merah hati.

Sangkar ayam (kurungan ayam) yang dihiasi janur kuning atau kertas hias warna-warni.

Padi, kapas, sekar telon (tiga macam bunga misalnya melati, mawar dan kenanga).

Beras kuning, berbagai lembaran uang.

Bermacam-macam barang berharga (seperti gelang, kalung, peniti dan lain-lain.

Barang yang bermanfaat (misalnya buku, alat-alat tulis dan sebagainya) yang dimasukkan ke dalam Sangkar.

A. Pelaksanaan Upacara :


Anak dibimbing berjalan (dititah) dengan kaki menginjak-injak juwadah yang berjumlah tujuh warna. Artinya agar kelak setelah dewasa selalu ingat tanah airnya.

Kemudian anak tersebut dinaikkan ke tangga yang terbuat dari tebu wulung.. Artinya agar ia mendapat kehidupan sukses dan dinamis setahap demi setahap.

Selanjutnya anak itu dimasukkan ke dalam kurungan ayam bila anak tidak mau masuk maka perlu di temani ibu atau pengasuhnya. Di dalam kurungan telah dimasukkan berisi padi, gelang, cincin, alat-alat tulis, kapas, wayang kulit dan mainan dan menanti sampai bayi tersebut mengambil. Benda yang pertama kali diambil sang bayi akan melambangkan kehidupannya kelak.

Setelah anak itu mengambil salah satu benda misalnya gelang emas, pertanda kelak akan menjadi orang kaya, apabila mengambil alat-alat tulis pertanda akan menjadi pegawai kantor atau orang pandai.

Setelah selesai, beras kuning dan bermacam-macam uang logam ditaburkan. Para undangan saling berebut uang merupakan tambahan acara yang meyemarakkan suasana.

Kemudian anak dimandikan dengan air bunga setaman dengan maksud membawa nama harum keluarga di kemudian hari dan bertujuan agar ia dapat menjalani kehidupan yang bersih dan lurus.

Setelah mandi, anak dikenakan pakaian baru yang bagus agar sedap dan menyenangkan orang tua dan para undangan.

Setelah berpakaian anak didudukkan pada tikar, karpet atau lampit dan didekatkan pada barang-barang yang tadi diletakkan didalam kurungan.

Agar anak mau mengambil barang-barang tadi maka bapak ibu anak itu memberi aba-aba dengan suara kur-kur seperti memanggil ayam disertai dengan ditaburi beras kuning dan uang logam serta barang berharga.

B. Makna perlengkapan yang dipakai :


Tangga "tebu" arti dalam bahasa Jawa anteping kalbu ketetapan hati dalam mengejar cita-cita agar lekas tercapai.

Juwadah tujuh macam warna agar dapat menanggulangi berbagai kesulitan.

Kurungan ayam dimaksudkan agar anak dapat masuk ke dalam masyarakat luas dengan baik dan mematuhi segala peraturan dan adat istiadat setempat.

Upacara Adat Jawa Untuk Bayi !

Upacara tingkepan disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.


Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan dimandikan dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus.



Tata Cara Pelaksanaan Upacara Tingkepan


Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.


Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.

Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan sudah "pantas apa belum", sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir "belum pantas."


Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab "pantes."

Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut : – Sidoluhur – Sidomukti – Truntum – Wahyu Tumurun – Udan Riris – Sido Asih – Lasem sebagai Kain – Dringin sebagai Kemben

Makna nyamping yang biasa dipakai secara berganti-ganti pada upacara mitoni mempunyai beberapa pilihan motif yang semuanya dapat dimaknai secara baik antara lain sebagai berikut :


- Wahyu Tumurun

Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat. Petunjuk dan perlindungan dari Nya


- Sido Asih

Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih


- Sidomukti.

Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.


- Truntum.

Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.


- Sidoluhur.

Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.


- Parangkusumo.

Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh. Diharapkan dapat mikul dhuwur mendhem jero, artinya menjunjung harkat dan martabat orang tua serta mengharumkan nama baik keluarga.


- Semen romo.

Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.


- Udan riris.

Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.


- Cakar ayam.

Maknanya agar anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya dan berlebihan.


- Grompol.

Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga (nggrompol : berkumpul).


- Lasem.

Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.


- Dringin.

Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.


Mori dipakai sebagai busana dasar sebelum berganti-ganti nyamping, dengan maksud bahwa segala perilaku calon ibu senantiasa dilambari dengan hati bersih.Jika suatu saat keluarga tersebut bahagia sejahtera dengan berbagai fasilitas atau kekayaan atau memiliki kedudukan maka hatinya tetap bersih tidak sombong atau congkak, serta senantiasa bertakwa kepada Tuhan YME.


Pemutusan Lawe atau janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu, dilakukan calon ayah menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud agar bayi dalam kandungan akan lahir dengan mudah.


Calon nenek dari pihak calon ibu, menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu besan. Sebelumnya kelapa gading diteroboskan dari atas ke dalam kain yang dipakai calon ibu lewat perut, terus ke bawah, diterima (ditampani) oleh calon nenek, maknanya agar bayi dapat lahir dengan mudah, tanpa kesulitan.


Calon ayah memecah kelapa, dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Harjuna dan Wara Sembodro atau Srikandi.


Upacara memilih nasi kuning yang diletak di dalam takir sang suami. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara jual dawet dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting (kreweng), yang dibentuk bulat, seolah-olah seperti uang logam. Hasil penjualan dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari tanah liat. Kwali yang berisi uang kreweng dipecah di depan pintu. Maknanya agar anak yang dilahirkan banyak mendapat rejeki, dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.


Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara Tingkepan antara lain :

Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot.

Tumpeng Kuat , maknanya bayi yang akan dilahirkan nanti sehat

dan kuat, (Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias).

Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar (Kue,buah,makanan kecil)

Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak,bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga

Dawet, supaya menyegarkan.

Keleman Semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh macam.

Sajen Medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak pertama dan seterusnya, macamnya :

Nasi Kuning berbentuk kerucut


Enten-enten, yaitu kelapa yang telah diparut dicampur dengan gula kelapa dimasak sampai kering.

Nasi loyang, nasi kuning yang direndam dalam air,kemudian dikukus kembali dan diberi kelapa yang telah diparut.

Bubur procot yaitu tepung beras, santan secukupnya, gula kelapa dimasak secara utuh, dimasukkan ke dalam periuk untuk dimasak bersama-sama

Kronologis Upacara Tingkepan


Waktu Pelaksanaan

Antara pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.00 Calon ibu mandi dan cuci rambut yang bersih, mencerminkan kemauan yang suci dan bersih.

Kira-kira pukul 15.00-16.00, upacara tingkepan dapat dimulai, menurut kepercayaan pada jam-jam itulah bidadari turun mandi. undangan sebaiknya dicantumkan lebih awal pukul 14.30 WIB


Hari Pelaksanaan

Biasanya dipilih hari Rabu atau hari Sabtu, tanggal 14 dan 15 tanggal jawa, menurut kepercayaan agar bayi yang dilahirkan memiliki cahaya yang bersinar, dan menjadi anak yang cerdas.


Pelaksana yang menyirami/memandikan

Para Ibu yang jumlahnya tujuh orang, yang terdiri dari sesepuh terdekat. Upacara dipimpin oleh ibu yang sudah berpengalaman.


Perlengkapan yang diperlukan :

Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih, Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman.


Perlengkapan lainnya


Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman.

Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk)

Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.

Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir.

Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman

Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman.

Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik

Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro.

Busana Nyamping aneka ragam, dua meter lawe atau janur kuning

Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.

Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan.

Selamatan/ Sesaji Tingkepan


Tumpeng Robyong dengan kuluban, telur ayam rebus, ikan asin yang digoreng.

Peyon atau pleret adonan kue/nogosari diberi warna-warni dibungkus plastik, kemudian dikukus.

Satu Pasang Ayam bekakah (Ingkung panggang)

Ketupat Lepet (Ketupat dibelah diisi bumbu)

Bermacam-buah-buahan

Jajan Pasar dan Pala Pendem (Ubi-ubian)

Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam goring sangan

Bubur Putih satu piring

Bubur Merah satu Piring

Bubur Sengkala satu piring

Bubur Procot/ Ketan Procot, ketan dikaru santan, setelah masak dibungkus dengan daun/janur kuning yang memanjang tidak boleh dipotong atau dibiting.

Nasi Kuning ditaburi telur dadar, ikan teri goring, ayam,rempah

Dawet Ayu (cendol, santan dengan gula jawa)

Rujak Manis terdiri dari tujuh macam buah.

Perlengkapan selamatan Tingkepan diatas, dibacakan doa untuk keselamatan seluruh keluarga. Kemudian dinikmati bersama tamu undangan dengan minum dawet ayu, sebagai penutup.


UPACARA SELAPANAN


Bila bayi sudah mencapai umur selapan atau 35 hari perlu juga diselamati. Bila kemampuan mengizinkan biasanya mendatangkan tamu dengan disertai keramaian misalnya klenengan, ketoprak, pentas wayang dan sebagainya.


Selamatan yang diperlukan adalah nasi tumpeng beserta sayur-sayuran, jenang merah putih, jajan pasar, telur ayam yang telah direbus secukupnya. Di dekat tempat tidur bayi diletakkan sesaji intuk-intuk. Intuk-intuk yaitu tumpeng kecil yang dibalut dengan daun pisang (Jawa: diconthongi), di puncaknya dicoblosi bawang merah, cabe merah (lombok abang). Di samping dan sekitarnya dihiasi dengan bermacam-macam warna bunga (sekar mancawarna).


Tumpeng berlubang atau bermata (bathok bolu), dilengkapi dengan telur ayam mentah, kemiri dan kluwak. Bayi yang telah berumur selapan atau 35 hari rambutnya dicukur, kukunya dipotong. Menurut kepercayaan, rambut cukuran pertama, potongan kuku pertama dan puser yang telah terlepas dijadikan satu, dicampur dengan kembang telon(tiga macam bunga) yang kemudian dibungkus menjadi satu. Bila bayi itu telah dewasa kelak isi bungkusan tadi ditelan bersama-sama dengan pisang mas. Hal tersebut bermanfaat untuk tulak balak artinya tidak akan terkena guna-guna dan terlepas dari segala macam bahaya.


UPACARA TEDAK SITEN


Apabila seorang anak sudah berumur tujuh lapan (7 x 35 hari) biasanya diadakan upacara tedak siten, yaitu upacara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada tanah/bumi, dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan. Pada umumnya upacara dilangsungkan pada pagi hari di halaman rumah, perlengkapan yang perlu dipersiapkan :


Sesaji selamatan yang terdiri dari : nasi tumpeng dengan sayur mayur, jenang (bubur) merah dan putih, jenang boro-boro, jajan pasar lengkap

Juwadah (uli) tujuh macam warna yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, jambon (jingga), ungu.

Sekar (bunga) setaman yang ditempatkan dalam bokor besar dan tanah.

Tangga yang dibuat dari batang tebu merah hati.

Sangkar ayam (kurungan ayam) yang dihiasi janur kuning atau kertas hias warna-warni.

Padi, kapas, sekar telon (tiga macam bunga misalnya melati, mawar dan kenanga).

Beras kuning, berbagai lembaran uang.

Bermacam-macam barang berharga (seperti gelang, kalung, peniti dan lain-lain.

Barang yang bermanfaat (misalnya buku, alat-alat tulis dan sebagainya) yang dimasukkan ke dalam Sangkar.

A. Pelaksanaan Upacara :


Anak dibimbing berjalan (dititah) dengan kaki menginjak-injak juwadah yang berjumlah tujuh warna. Artinya agar kelak setelah dewasa selalu ingat tanah airnya.

Kemudian anak tersebut dinaikkan ke tangga yang terbuat dari tebu wulung.. Artinya agar ia mendapat kehidupan sukses dan dinamis setahap demi setahap.

Selanjutnya anak itu dimasukkan ke dalam kurungan ayam bila anak tidak mau masuk maka perlu di temani ibu atau pengasuhnya. Di dalam kurungan telah dimasukkan berisi padi, gelang, cincin, alat-alat tulis, kapas, wayang kulit dan mainan dan menanti sampai bayi tersebut mengambil. Benda yang pertama kali diambil sang bayi akan melambangkan kehidupannya kelak.

Setelah anak itu mengambil salah satu benda misalnya gelang emas, pertanda kelak akan menjadi orang kaya, apabila mengambil alat-alat tulis pertanda akan menjadi pegawai kantor atau orang pandai.

Setelah selesai, beras kuning dan bermacam-macam uang logam ditaburkan. Para undangan saling berebut uang merupakan tambahan acara yang meyemarakkan suasana.

Kemudian anak dimandikan dengan air bunga setaman dengan maksud membawa nama harum keluarga di kemudian hari dan bertujuan agar ia dapat menjalani kehidupan yang bersih dan lurus.

Setelah mandi, anak dikenakan pakaian baru yang bagus agar sedap dan menyenangkan orang tua dan para undangan.

Setelah berpakaian anak didudukkan pada tikar, karpet atau lampit dan didekatkan pada barang-barang yang tadi diletakkan didalam kurungan.

Agar anak mau mengambil barang-barang tadi maka bapak ibu anak itu memberi aba-aba dengan suara kur-kur seperti memanggil ayam disertai dengan ditaburi beras kuning dan uang logam serta barang berharga.

B. Makna perlengkapan yang dipakai :


Tangga "tebu" arti dalam bahasa Jawa anteping kalbu ketetapan hati dalam mengejar cita-cita agar lekas tercapai.

Juwadah tujuh macam warna agar dapat menanggulangi berbagai kesulitan.

Kurungan ayam dimaksudkan agar anak dapat masuk ke dalam masyarakat luas dengan baik dan mematuhi segala peraturan dan adat istiadat setempat.

Jakarta Harus Belajar dari Bangkok Atasi Banjir !


Selain berhasil menekan kemacetan dengan pengembangan kereta bawah tanah, Bangkok, Ibukota Thailand, juga telah lama berhasil mengendalikan banjir. Bangkok telah berpengalaman puluhan tahun dalam menghadapi banjir yang menimpa daerahnya. Warganya tidak lagi perlu takut akan akan adanya banjir parah, karena ibukota Thailand ini mempunyai sistem yang disebut "pipi monyet".


Pipi monyet adalah sistem penampungan yang terdiri dari 21 wadah penampungan air hujan. Penampungan ini dapat menampung air hujan yang berlebih hingga 30 juta kubik. Lalu pada musim panas, air ini dapat digunakan untuk keperluan konsumsi warga Bangkok, termasuk diantaranya air minum dan air keran.


Bangkok Excellent Way To Overcome Flood !

"Nama ini terinspirasi dari monyet yang biasanya makan berlebih. Kelebihan makanan ini disimpan di pipinya, sehingga pipinya menggembung. Ketika nanti dia merasa lapar, dia akan memakan makanan di pipinya tersebut," ujar Gubernur Bangkok, Sukhumban Paribatra, yang ditemui usai konferensi pers gubernur dan walikota se-Asia Eropa pada pertemuan Asia Europe Meeting, Jumat, 29 Oktober 2010.


Sebenarnya Bangkok yang terletak satu meter di bawah permukaan laut rawan terkena banjir. Ditambah lagi jika terjadi hujan lebat, gelombang tinggi dari sungai Chao Praya akan meluap hingga ke pusat kota. "Jika hujan lebat datang, aliran air dari utara membanjiri daerah Bangkok," ujar Paribatra.


Namun, berkat sistem yang telah dikembangkan puluhan tahun lalu oleh kerja keras Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, ketakutan itu sirna. Raja Thailand, kata Paribatra, memiliki pengetahuan dan ketertarikan yang besar terhadap sistem pengairan dan pengendalian banjir di Bangkok. "Beliau menginspirasi sistem ini sehingga dapat bekerja dengan baik," ujar Paribatra.


Bangkok juga memiliki tanggul sepanjang 72 kilometer dan saluran air sepanjang 75 kilometer untuk mengalirkan air yang meluap dari sungai Chao Phraya. Hal ini, ujar Paribatra, adalah sistem yang telah dikembangkan selama puluhan tahun di Bangkok.


"Sistem pengendalian banjir ini mulai dikembangkan oleh Bangkok setelah kota ini didera banjir parah 27 tahun lalu. Kala itu Bangkok tenggelam selama hampir tiga bulan," ujar Paribatra.


Kendati sistem penanggulanganh banjir Thailand yang canggih, Paribatra tidak dapat menjamin Bangkok tidak kebanjiran lagi. "Tapi setidaknya kami dapat memastikan banjir besar seperti 27 tahun lalu tidak akan terjadi lagi," ujarnya.


Jakarta Harus Belajar dari Bangkok Atasi Banjir !


Selain berhasil menekan kemacetan dengan pengembangan kereta bawah tanah, Bangkok, Ibukota Thailand, juga telah lama berhasil mengendalikan banjir. Bangkok telah berpengalaman puluhan tahun dalam menghadapi banjir yang menimpa daerahnya. Warganya tidak lagi perlu takut akan akan adanya banjir parah, karena ibukota Thailand ini mempunyai sistem yang disebut "pipi monyet".


Pipi monyet adalah sistem penampungan yang terdiri dari 21 wadah penampungan air hujan. Penampungan ini dapat menampung air hujan yang berlebih hingga 30 juta kubik. Lalu pada musim panas, air ini dapat digunakan untuk keperluan konsumsi warga Bangkok, termasuk diantaranya air minum dan air keran.


Bangkok Excellent Way To Overcome Flood !

"Nama ini terinspirasi dari monyet yang biasanya makan berlebih. Kelebihan makanan ini disimpan di pipinya, sehingga pipinya menggembung. Ketika nanti dia merasa lapar, dia akan memakan makanan di pipinya tersebut," ujar Gubernur Bangkok, Sukhumban Paribatra, yang ditemui usai konferensi pers gubernur dan walikota se-Asia Eropa pada pertemuan Asia Europe Meeting, Jumat, 29 Oktober 2010.


Sebenarnya Bangkok yang terletak satu meter di bawah permukaan laut rawan terkena banjir. Ditambah lagi jika terjadi hujan lebat, gelombang tinggi dari sungai Chao Praya akan meluap hingga ke pusat kota. "Jika hujan lebat datang, aliran air dari utara membanjiri daerah Bangkok," ujar Paribatra.


Namun, berkat sistem yang telah dikembangkan puluhan tahun lalu oleh kerja keras Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, ketakutan itu sirna. Raja Thailand, kata Paribatra, memiliki pengetahuan dan ketertarikan yang besar terhadap sistem pengairan dan pengendalian banjir di Bangkok. "Beliau menginspirasi sistem ini sehingga dapat bekerja dengan baik," ujar Paribatra.


Bangkok juga memiliki tanggul sepanjang 72 kilometer dan saluran air sepanjang 75 kilometer untuk mengalirkan air yang meluap dari sungai Chao Phraya. Hal ini, ujar Paribatra, adalah sistem yang telah dikembangkan selama puluhan tahun di Bangkok.


"Sistem pengendalian banjir ini mulai dikembangkan oleh Bangkok setelah kota ini didera banjir parah 27 tahun lalu. Kala itu Bangkok tenggelam selama hampir tiga bulan," ujar Paribatra.


Kendati sistem penanggulanganh banjir Thailand yang canggih, Paribatra tidak dapat menjamin Bangkok tidak kebanjiran lagi. "Tapi setidaknya kami dapat memastikan banjir besar seperti 27 tahun lalu tidak akan terjadi lagi," ujarnya.