Tak mudah menemukan titik keseimbangan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. Tetapi Anda harus sadar dan konsekuen dengan pilihan. Anda pun jadi ibu bekerja yang bahagia dan seimbang.
Ketika kita memilih peran menjadi ibu bekerja, seharusnya tak ada alasan tiba-tiba merasa ragu bahkan menyesal harus meninggalkan si kecil untuk bekerja. Mengapa? Saat memilih Anda tentu telah dengan sadar menerima tugas dan harus berperan total, sebagai ibu balita sekaligus bekerja di luar rumah. Sebagai karyawati atau pebisnis atau apa pun peran Anda di luar kodrat menjadi ibu.
Memang tak dapat dipungkiri ada saja situasi yang kemudian membuat Anda melangkah ke luar rumah dengan gamang. Yang salah bukan Anda, bukan situasi atau pekerjaan Anda. Kuncinya adalah pengelolaan yang baik serta kesempatan untuk selalu melakukan refleksi diri dan evaluasi.
Situasi menegangkan. Situasi tipikal berikut ini, biasanya akan membuat hampir semua ibu bekerja ragu berangkat kerja, plus terselip rasa bersalah:
* Anak sakit. Ibu mana yang tak “tersayat” hatinya mendengar si kecil tiba-tiba sakit?! Menghadapi situasi ini, yang pertama harus Anda lakukan adalah bersikap tenang. Mintalah pengasuh atau si Mbak mengukur temperatur tubuhnya atau melaporkan keadaan si kecil setiap 10 – 15 menit sekali setelah diberi pertolongan pertama. Dalam waktu yang sama Anda bisa minta izin kepada atasan, untuk pulang lebih cepat atau tidak bekerja pada hari itu. Jangan lupa juga berkoordinasi dengan rekan kerja. Tujuannya agar Anda dapat merawat si kecil dengan tenang.
* Rumah tanpa pembantu. Ini biasanya terjadi menjelang dan pasca hari raya. Anda tak perlu bingung menghadapinya sendiri, cobalah bekerjasama dengan pasangan. Mungkinkah si kecil dititip sementara ke rumah kakek-nenek? Atau kalau Anda punya saudara yang tinggal berdekatan, bisakah Anda meminta bantuannya untuk menjaga sementara. Lebih baik lagi jika Anda dan suami bisa menjaga dan cuti sejenak. Atau, paling tidak menjaga si kecil dan mengurus rumah secara bergantian.
* Peristiwa khusus. Suami tiba-tiba sakit, anak rewel, pesta ulang tahun anak atau anniversary dan lainnya. Kerapkali ibu bekerja merasa dirinya tak berdaya. Inginnya sih menangani semuanya, tapi apa daya Anda harus menghadiri rapat penting. Sudah begini rasanya iri sekali melihat rekan ibu lainnya yang bisa total di rumah dan tak perlu bingung menghadapi situasi seperti ini.
Sekali lagi karena urusan rumah dan anak bukan hanya urusan Anda sendiri, libatkan pasangan selalu dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam rumah. Senantiasa diskusikan dengan pasangan pembagian tugas dan peran masing-masing. Termasuk, business plan atau jadwal tugas di kantor.
Apabila Anda sedang menghadapi one of those days, misalnya suami tiba-tiba sakit, atau anak rewel tak terkendali dan butuh pelukan Anda, coba pertimbangkan: mungkinkah Anda satu hari saja bekerja di rumah dengan membawa pekerjaan pulang? Kalau tidak, coba pikirkan tentang jejaring sekitar Anda. Misalnya, keluarga terdekat, terutama kakek-nenek. Tak ada salahnya juga Anda bicarakan dengan rekan kerja dan atasan, siapa tahu masukan dari mereka bisa jadi solusi tambahan.
Seninya hidup dan sikap rasional. Untuk menyeimbangkan diri dalam dua dunia dan merasa happy menjalankan keduanya memang penuh dinamika. Kuncinya, organisasi diri dan sikap rasional. Berikut tipsnya:
* Secara berkala evaluasi diri: apakah prioritas hidup saya? Apakah anak, keluarga, pekerjaan atau diri sendiri? Buatlah daftar yang mengurutkan hal terpenting sebagai nomor 1, 2 dan seterusnya.
* Tentu tujuan dari pilihan Anda menjadi ibu bekerja: apakah saya bekerja demi penghasilan tambahan, atau karena pekerjaan yang menarik, atau semata-mata aktualisasi diri? Buatlah daftar tujuan dan urutkan sesuai prioritas Anda.
* Buat daftar target berdasarkan tujuan Anda sebagai ibu dan karyawati atau pebisnis, ini bisa dibuat dalam dua kolom berbeda. Tambahkan keterangan perihal waktu tenggatnya. Rinci target dalam tugas-tugas sederhana agar dapat diselesaikan secara mencicil.
Tentu saja, organisasi diri saja tak cukup. Karena hidup adalah seni! Lengkapi derap langkah tegar Anda dengan sentuhan keibuan, kerjasama serta komunikasi dengan pasangan dan lingkungan sekitar Anda, termasuk lingkungan kerja atau jejaring lain , plus sikap fleksibel. Untuk yang terakhir disebutkan, sama artinya dengan tak bersikap terlalu keras terhadap diri sendiri. Bukankah, tujuan hidup ini untuk dinikmati?!
Ketika kita memilih peran menjadi ibu bekerja, seharusnya tak ada alasan tiba-tiba merasa ragu bahkan menyesal harus meninggalkan si kecil untuk bekerja. Mengapa? Saat memilih Anda tentu telah dengan sadar menerima tugas dan harus berperan total, sebagai ibu balita sekaligus bekerja di luar rumah. Sebagai karyawati atau pebisnis atau apa pun peran Anda di luar kodrat menjadi ibu.
Memang tak dapat dipungkiri ada saja situasi yang kemudian membuat Anda melangkah ke luar rumah dengan gamang. Yang salah bukan Anda, bukan situasi atau pekerjaan Anda. Kuncinya adalah pengelolaan yang baik serta kesempatan untuk selalu melakukan refleksi diri dan evaluasi.
Situasi menegangkan. Situasi tipikal berikut ini, biasanya akan membuat hampir semua ibu bekerja ragu berangkat kerja, plus terselip rasa bersalah:
* Anak sakit. Ibu mana yang tak “tersayat” hatinya mendengar si kecil tiba-tiba sakit?! Menghadapi situasi ini, yang pertama harus Anda lakukan adalah bersikap tenang. Mintalah pengasuh atau si Mbak mengukur temperatur tubuhnya atau melaporkan keadaan si kecil setiap 10 – 15 menit sekali setelah diberi pertolongan pertama. Dalam waktu yang sama Anda bisa minta izin kepada atasan, untuk pulang lebih cepat atau tidak bekerja pada hari itu. Jangan lupa juga berkoordinasi dengan rekan kerja. Tujuannya agar Anda dapat merawat si kecil dengan tenang.
* Rumah tanpa pembantu. Ini biasanya terjadi menjelang dan pasca hari raya. Anda tak perlu bingung menghadapinya sendiri, cobalah bekerjasama dengan pasangan. Mungkinkah si kecil dititip sementara ke rumah kakek-nenek? Atau kalau Anda punya saudara yang tinggal berdekatan, bisakah Anda meminta bantuannya untuk menjaga sementara. Lebih baik lagi jika Anda dan suami bisa menjaga dan cuti sejenak. Atau, paling tidak menjaga si kecil dan mengurus rumah secara bergantian.
* Peristiwa khusus. Suami tiba-tiba sakit, anak rewel, pesta ulang tahun anak atau anniversary dan lainnya. Kerapkali ibu bekerja merasa dirinya tak berdaya. Inginnya sih menangani semuanya, tapi apa daya Anda harus menghadiri rapat penting. Sudah begini rasanya iri sekali melihat rekan ibu lainnya yang bisa total di rumah dan tak perlu bingung menghadapi situasi seperti ini.
Sekali lagi karena urusan rumah dan anak bukan hanya urusan Anda sendiri, libatkan pasangan selalu dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam rumah. Senantiasa diskusikan dengan pasangan pembagian tugas dan peran masing-masing. Termasuk, business plan atau jadwal tugas di kantor.
Apabila Anda sedang menghadapi one of those days, misalnya suami tiba-tiba sakit, atau anak rewel tak terkendali dan butuh pelukan Anda, coba pertimbangkan: mungkinkah Anda satu hari saja bekerja di rumah dengan membawa pekerjaan pulang? Kalau tidak, coba pikirkan tentang jejaring sekitar Anda. Misalnya, keluarga terdekat, terutama kakek-nenek. Tak ada salahnya juga Anda bicarakan dengan rekan kerja dan atasan, siapa tahu masukan dari mereka bisa jadi solusi tambahan.
Seninya hidup dan sikap rasional. Untuk menyeimbangkan diri dalam dua dunia dan merasa happy menjalankan keduanya memang penuh dinamika. Kuncinya, organisasi diri dan sikap rasional. Berikut tipsnya:
* Secara berkala evaluasi diri: apakah prioritas hidup saya? Apakah anak, keluarga, pekerjaan atau diri sendiri? Buatlah daftar yang mengurutkan hal terpenting sebagai nomor 1, 2 dan seterusnya.
* Tentu tujuan dari pilihan Anda menjadi ibu bekerja: apakah saya bekerja demi penghasilan tambahan, atau karena pekerjaan yang menarik, atau semata-mata aktualisasi diri? Buatlah daftar tujuan dan urutkan sesuai prioritas Anda.
* Buat daftar target berdasarkan tujuan Anda sebagai ibu dan karyawati atau pebisnis, ini bisa dibuat dalam dua kolom berbeda. Tambahkan keterangan perihal waktu tenggatnya. Rinci target dalam tugas-tugas sederhana agar dapat diselesaikan secara mencicil.
Tentu saja, organisasi diri saja tak cukup. Karena hidup adalah seni! Lengkapi derap langkah tegar Anda dengan sentuhan keibuan, kerjasama serta komunikasi dengan pasangan dan lingkungan sekitar Anda, termasuk lingkungan kerja atau jejaring lain , plus sikap fleksibel. Untuk yang terakhir disebutkan, sama artinya dengan tak bersikap terlalu keras terhadap diri sendiri. Bukankah, tujuan hidup ini untuk dinikmati?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar