Dubai mengguncang dunia. Pemerintah keemiratan terbesar kedua di Uni Emirat Arab (UEA) itu, Kamis (26/11) dini hari WIB, mengajukan permohonan penundaan pembayaran untuk seluruh utang Dubai World dan afiliasinya.
Dubai World, semacam BUMN milik keemiratan Dubai yang juga pendana pembangunan Palm Jumeirah (sebuah pulau buatan berbentuk pohon palem) dan Burj Dubai (yang diperkirakan akan menjadi menara tertinggi di dunia) , memang memiliki tumpukan utang hingga 59 miliar dollar AS. Rontoknya pasar properti di kawasan Timur Tengah akibat krisis global menjadi alasan Dubai mengajukan status penundaan bagi seluruh utang Dubai World dan anak perusahaannya hingga 30 Mei 2010.
Utang yang menjadi pemicu penundaan itu adalah obligasi milik Nakheel PJSC, anak usaha Dubai World yang bergerak di sektor properti. Nakheel seharusnya melunasi obligasi senilai 3,52 miliar dollar AS pada 14 Desember 2009. Jika tidak tertangani dengan cepat, ini dapat memicu krisis bagian kedua setelah sebelumnya Amerika telah memicu krisis global yang pertama.
Dubai, melalui Dubai World dan anak-anak perusahaannya, mengandalkan utang untuk membangun berbagai proyek menara gading. Dalam waktu hanya empat tahun, Dubai mencetak utang sebesar 80 miliar dollar AS. Utang senilai 59 miliar dollar AS berada di buku Dubai World. Awal tahun ini, Dubai yang tersengal-sengal mendapat pinjaman dari bank sentral Abu Dhabi senilai 10 miliar dollar AS. Sheikh Mohammed langsung turun melobi emir penguasa Abu Dhabi.
Di Indonesia, Dubai World juga memiliki bisnis properti melalui anaknya, Limitless. Perusahaan ini merupakan mitra utama PT Bakrie Development Tbk (ELTY) di proyek Rasuna Epicentrum. Pasar saham Indonesia tentu akan terkena dampak tersebut, lebih khusus pada pasar obligasi di dalam negeri. Untuk sementara, investor asing akan membawa dana mereka ke dollar AS, dan menunggu penanganan kasus Dubai World dalam minggu ini.
Dubai World, semacam BUMN milik keemiratan Dubai yang juga pendana pembangunan Palm Jumeirah (sebuah pulau buatan berbentuk pohon palem) dan Burj Dubai (yang diperkirakan akan menjadi menara tertinggi di dunia) , memang memiliki tumpukan utang hingga 59 miliar dollar AS. Rontoknya pasar properti di kawasan Timur Tengah akibat krisis global menjadi alasan Dubai mengajukan status penundaan bagi seluruh utang Dubai World dan anak perusahaannya hingga 30 Mei 2010.
Utang yang menjadi pemicu penundaan itu adalah obligasi milik Nakheel PJSC, anak usaha Dubai World yang bergerak di sektor properti. Nakheel seharusnya melunasi obligasi senilai 3,52 miliar dollar AS pada 14 Desember 2009. Jika tidak tertangani dengan cepat, ini dapat memicu krisis bagian kedua setelah sebelumnya Amerika telah memicu krisis global yang pertama.
Dubai, melalui Dubai World dan anak-anak perusahaannya, mengandalkan utang untuk membangun berbagai proyek menara gading. Dalam waktu hanya empat tahun, Dubai mencetak utang sebesar 80 miliar dollar AS. Utang senilai 59 miliar dollar AS berada di buku Dubai World. Awal tahun ini, Dubai yang tersengal-sengal mendapat pinjaman dari bank sentral Abu Dhabi senilai 10 miliar dollar AS. Sheikh Mohammed langsung turun melobi emir penguasa Abu Dhabi.
Di Indonesia, Dubai World juga memiliki bisnis properti melalui anaknya, Limitless. Perusahaan ini merupakan mitra utama PT Bakrie Development Tbk (ELTY) di proyek Rasuna Epicentrum. Pasar saham Indonesia tentu akan terkena dampak tersebut, lebih khusus pada pasar obligasi di dalam negeri. Untuk sementara, investor asing akan membawa dana mereka ke dollar AS, dan menunggu penanganan kasus Dubai World dalam minggu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar