Biasanya adzan dilakukan oleh satu orang. Namun, ini berbeda dengan apa yang terjadi di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Di masjid yang dibangun sekitar tahun 1480 ini, adzan dikumandangkan oleh tujuh orang sekaligus secara bersamaan. Satu hal yang tidak akan kita pernah temui di belahan dunia manapun.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid tertua di Cirebon. Masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun Keraton Kasepuhan Cirebon dan dibangun sekitar tahun 1480 M. Wali Songo berperan besar terhadap pembangunan masjid ini. Sunan Gunung Jati yang bertindak sebagai ketua pembangunan masjid ini menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya.
Nama masjid ini sendiri diambil dari kata “sang” yang artinya keagungan, “cipta” yang artinya dibangun, dan “rasa” yang artinya digunakan.
Pembangunan masjid ini melibatkan 500 pekerja dari Demak, Majapahit, dan Cirebon sendiri. Selain itu, yang cukup menarik, didatangkan Raden Sepat (Raden Sepet). Raden Sepat merupakan arsitek Majapahit yang menjadi tahanan perang Demak-Majapahit. Raden Sepat didatangkan dari Demak. Tindakan ini dilakukan oleh Demak sebagai imbalan kepada Cirebon karena telah membantu mengirim pasukan dalam penyerangan ke Majapahit.
Raden Sepat berperan dalam membawa tukang-tukang dari Majapahit. Bahkan, menurut cerita dalam babad dikatakan bahwa serambi utama masjid itu berasal dari kota Majapahit. Raden Sepat merancang ruang utama masjid berbentuk bujur sangkar dengan luas 400 meter persegi. Tempat imam menghadap barat dengan tingkat kemiringan 30 derajat arah barat laut.
Intinya, masjid ini mempunyai lima ruangan, yaitu satu ruangan utama, tiga serambi, dan satu ruang belakang. Pada ruang utama terdapat sembilan pintu. Sembilan pintu ini melambangkan Wali Songo. Di bagian mihrab terdapat ukiran berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Di bagian mihrab juga terdapat ubin yang bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran pokok agama, yaitu iman, islam, dan ihsan. Di masjid ini juga terdapat tempat wudhu yang airnya tak pernah kering dan sumur zam-zam yang ramai dikunjungi orang kala Ramadan tiba.
Bagian atas masjid disangga oleh empat pilar yang dibuat dari tatal, yaitu pecahan kayu kecil-kecil yang disatukan sehingga kuat untuk menjadi satu tiang utama. tiang tatal (saka tatal) ini dibuat oleh Sunan Kalijaga. Saka tatal melambangkan kesatuan atau kegotong-royongan. Dari beberapa sudut pandang, gaya bangunan masjid sedikit menyerupai gaya bangunan tradisi sebelum Islam.
Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Gaya bangunan dan beberapa ukiran yang menunjukkan kelanjutan tradisi sebelum Islam salah satunya bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat yang belum masuk Islam atau yang baru saja masuk Islam sehingga mereka senang mengunjungi masjid yang gayanya masih mengingatkan unsur bangunan candi.
Keunikan lain dari masjid ini adalah tidak mempunyai kubah. Tidak adanya kubah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini diawali oleh cerita kumandang adzan pitu (adzan tujuh). Menurut informasi dari buku Babad Cirebon, adzan tujuh atau dikenal dengan sebutan adzan pitu berawal sejak masa awal perkembangan Islam di Cirebon.
Konon di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dahulu ada musibah yang menyebabkan tiga orang muadzin tewas berturut-turut secara misterius. Ketika masjid ini didirikan, memang masyarakatnya sebagian besar belum memeluk agama Islam. Mereka menolak pembangunan masjid ini. Penolakan itu diwujudkan melalui kekuatan sihir yang menyebabkan kematian misterius tiga muadzin masjid ini. Banyak warga yang resah karena masalah ini.
Akhirnya para wali meminta petunjuk Allah atas masalah yang terjadi. Para wali menganggap ada satu kekuatan yang menolak Islam berkembang di daerah Cirebon. Sunan Kalijaga mendapat petunjuk untuk segera mengumandangkan adzan yang diserukan oleh tujuh orang muadzin sebelum sholat. Pada saat akan melaksanakan shalat Subuh, adzan pitu (tujuh) dikumandangkan. Bersamaan dengan itu, dentuman besar terdengar dari kubah masjid. Seketika binasalah kekuatan gaib yang disebarkan oleh makhluk halus bernama Menjangan Wulung. Ternyata selama ini Menjangan Wulung bertengger di atas kubah tersebut. Setelah Menjangan Wulung dapat dikalahkan, pemiliknya masuk Islam.
Menurut cerita, karena ledakan dahsyat tersebut, kubah masjid terlempar ke Banten. Itu sebabnya mengapa hingga saat ini Masjid Agung Sang Cipta Rasa tidak mempunyai kubah sedangkan Masjid Agung Banten memiliki dua kubah. Sampai sekarang tradisi adzan pitu masih dilaksanakan. Kalau dahulu adzan pitu itu dikumandangkan ketika shalat Subuh, saat ini adzan pitu dikumandangkan pada saat shalat Jumat, oleh tujuh orang dengan berpakaian serba putih.
Disadur dari : www.kabarindonesia.com
Penulis : FANDY HUTARI
Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid tertua di Cirebon. Masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun Keraton Kasepuhan Cirebon dan dibangun sekitar tahun 1480 M. Wali Songo berperan besar terhadap pembangunan masjid ini. Sunan Gunung Jati yang bertindak sebagai ketua pembangunan masjid ini menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya.
Nama masjid ini sendiri diambil dari kata “sang” yang artinya keagungan, “cipta” yang artinya dibangun, dan “rasa” yang artinya digunakan.
Pembangunan masjid ini melibatkan 500 pekerja dari Demak, Majapahit, dan Cirebon sendiri. Selain itu, yang cukup menarik, didatangkan Raden Sepat (Raden Sepet). Raden Sepat merupakan arsitek Majapahit yang menjadi tahanan perang Demak-Majapahit. Raden Sepat didatangkan dari Demak. Tindakan ini dilakukan oleh Demak sebagai imbalan kepada Cirebon karena telah membantu mengirim pasukan dalam penyerangan ke Majapahit.
Raden Sepat berperan dalam membawa tukang-tukang dari Majapahit. Bahkan, menurut cerita dalam babad dikatakan bahwa serambi utama masjid itu berasal dari kota Majapahit. Raden Sepat merancang ruang utama masjid berbentuk bujur sangkar dengan luas 400 meter persegi. Tempat imam menghadap barat dengan tingkat kemiringan 30 derajat arah barat laut.
Intinya, masjid ini mempunyai lima ruangan, yaitu satu ruangan utama, tiga serambi, dan satu ruang belakang. Pada ruang utama terdapat sembilan pintu. Sembilan pintu ini melambangkan Wali Songo. Di bagian mihrab terdapat ukiran berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Di bagian mihrab juga terdapat ubin yang bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran pokok agama, yaitu iman, islam, dan ihsan. Di masjid ini juga terdapat tempat wudhu yang airnya tak pernah kering dan sumur zam-zam yang ramai dikunjungi orang kala Ramadan tiba.
Bagian atas masjid disangga oleh empat pilar yang dibuat dari tatal, yaitu pecahan kayu kecil-kecil yang disatukan sehingga kuat untuk menjadi satu tiang utama. tiang tatal (saka tatal) ini dibuat oleh Sunan Kalijaga. Saka tatal melambangkan kesatuan atau kegotong-royongan. Dari beberapa sudut pandang, gaya bangunan masjid sedikit menyerupai gaya bangunan tradisi sebelum Islam.
Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Gaya bangunan dan beberapa ukiran yang menunjukkan kelanjutan tradisi sebelum Islam salah satunya bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat yang belum masuk Islam atau yang baru saja masuk Islam sehingga mereka senang mengunjungi masjid yang gayanya masih mengingatkan unsur bangunan candi.
Keunikan lain dari masjid ini adalah tidak mempunyai kubah. Tidak adanya kubah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini diawali oleh cerita kumandang adzan pitu (adzan tujuh). Menurut informasi dari buku Babad Cirebon, adzan tujuh atau dikenal dengan sebutan adzan pitu berawal sejak masa awal perkembangan Islam di Cirebon.
Konon di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dahulu ada musibah yang menyebabkan tiga orang muadzin tewas berturut-turut secara misterius. Ketika masjid ini didirikan, memang masyarakatnya sebagian besar belum memeluk agama Islam. Mereka menolak pembangunan masjid ini. Penolakan itu diwujudkan melalui kekuatan sihir yang menyebabkan kematian misterius tiga muadzin masjid ini. Banyak warga yang resah karena masalah ini.
Akhirnya para wali meminta petunjuk Allah atas masalah yang terjadi. Para wali menganggap ada satu kekuatan yang menolak Islam berkembang di daerah Cirebon. Sunan Kalijaga mendapat petunjuk untuk segera mengumandangkan adzan yang diserukan oleh tujuh orang muadzin sebelum sholat. Pada saat akan melaksanakan shalat Subuh, adzan pitu (tujuh) dikumandangkan. Bersamaan dengan itu, dentuman besar terdengar dari kubah masjid. Seketika binasalah kekuatan gaib yang disebarkan oleh makhluk halus bernama Menjangan Wulung. Ternyata selama ini Menjangan Wulung bertengger di atas kubah tersebut. Setelah Menjangan Wulung dapat dikalahkan, pemiliknya masuk Islam.
Menurut cerita, karena ledakan dahsyat tersebut, kubah masjid terlempar ke Banten. Itu sebabnya mengapa hingga saat ini Masjid Agung Sang Cipta Rasa tidak mempunyai kubah sedangkan Masjid Agung Banten memiliki dua kubah. Sampai sekarang tradisi adzan pitu masih dilaksanakan. Kalau dahulu adzan pitu itu dikumandangkan ketika shalat Subuh, saat ini adzan pitu dikumandangkan pada saat shalat Jumat, oleh tujuh orang dengan berpakaian serba putih.
Disadur dari : www.kabarindonesia.com
Penulis : FANDY HUTARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar