Sekilas rumah tersebut juga tidak begitu terlihat oleh setiap warga yang melintasi daerah tersebut, lantaran tertutup dengan ilalang dan pepohonan yang tak terawat. Hanya terlihat atap rumah yang tergolong unik berbentuk limas yang memanjang ke atas.
Sejarah rumah tua tersebut hingga kini pun masih simpang siur. Berbagai sumber bahkan menyebutkan tahun yang berbeda-beda untuk pembangunan rumah tersebut. Di sebuah buku, Adolf Heuken disebutkan bahwa rumah tersebut dibangun oleh David J Smith antara tahun 1775 sampai tahun 1778 untuk mengganti sebuah pesanggrahan sederhana. Tidak semua warga Depok, Jawa Barat, tahu tentang keberadaan sebuah rumah tua bergaya Belanda di Jalan Raya Bogor Komplek RRI RT 001/ 01 Sukmajaya, Depok.
Pemiliknya adalah janda Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra, seorang wanita yang kaya raya. Setelah janda kaya raya ini meninggal pada tahun 1787, Smith mewarisi rumah beserta perabotannya dan sejumlah perkebunan luas di sekitarnya.
Akibat sebuah usaha spekulasi yang meleset, akhirnya Smith harus rela melepaskan rumah beserta tanah perkebunan guna melunasi utang-utangnya. Namun, cerita berbeda dituturkan oleh Benny Drajat Neoch, penjaga rumah tua tersebut. Menurut Benny, rumah tersebut dibangun lebih tua lagi yaitu pada tahun 1337 yang merupakan milik Van De Grooth seorang tuan tanah perkebunan karet yang makamnya berada di Tanah Abang.
"Akhirnya semenjak Belanda kalah dari Indonesia, mereka diusir Bung Karno pulang ke negaranya, dan tanah ini sudah diambil alih oleh RRI, dan kini menjadi aset negara,"
Semenjak itu, rumah tersebut berganti-ganti penghuni yang merupakan karyawan RRI bersama keluarganya. "Hingga tahun 2000 sudah tidak lagi dihuni karyawan, hingga saat ini dibiarkan kosong, saya sendiri sudah terlanjur cinta dengan rumah ini, bahkan saya lebih cinta rumah ini dibandingkan istri saya, karena itu saya tinggal disini dan ikut merawat rumah ini sampai sekarang meski tidak digaji oleh RRI,"
kondisi rumah tersebut saat ini benar-benar tak terawat. Rumah yang memiliki luas sekira 2000 meter persegi tersebut dikelilingi sampah-sampah kayu di setiap ruang, dinding yang keropos, atap yang bocor, pengap, gelap, dan terkesan angker. Hanya sesekali anak-anak lewat bermain sepeda dan bola di depan rumah tersebut yang juga merupakan tanah lapang milik RRI.
Setidaknya hanya ada satu-satunya tetangga yang berada persis di belakang rumah tua itu, yakni Muhammad Irwan, yang tinggal bersama istri dan tiga anak yang masih kecil. Irwan mengaku telah tinggal di sekitar situ sejak 1969. Dahulu ayahnya, Fauzi, merupakan pegawai RRI bagian gudang. Hingga akhirnya Irwan menikah hingga memiliki anak, dan tinggal di samping rumah tua tersebut.
Sejarah rumah tua tersebut hingga kini pun masih simpang siur. Berbagai sumber bahkan menyebutkan tahun yang berbeda-beda untuk pembangunan rumah tersebut. Di sebuah buku, Adolf Heuken disebutkan bahwa rumah tersebut dibangun oleh David J Smith antara tahun 1775 sampai tahun 1778 untuk mengganti sebuah pesanggrahan sederhana. Tidak semua warga Depok, Jawa Barat, tahu tentang keberadaan sebuah rumah tua bergaya Belanda di Jalan Raya Bogor Komplek RRI RT 001/ 01 Sukmajaya, Depok.
Pemiliknya adalah janda Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra, seorang wanita yang kaya raya. Setelah janda kaya raya ini meninggal pada tahun 1787, Smith mewarisi rumah beserta perabotannya dan sejumlah perkebunan luas di sekitarnya.
Akibat sebuah usaha spekulasi yang meleset, akhirnya Smith harus rela melepaskan rumah beserta tanah perkebunan guna melunasi utang-utangnya. Namun, cerita berbeda dituturkan oleh Benny Drajat Neoch, penjaga rumah tua tersebut. Menurut Benny, rumah tersebut dibangun lebih tua lagi yaitu pada tahun 1337 yang merupakan milik Van De Grooth seorang tuan tanah perkebunan karet yang makamnya berada di Tanah Abang.
"Akhirnya semenjak Belanda kalah dari Indonesia, mereka diusir Bung Karno pulang ke negaranya, dan tanah ini sudah diambil alih oleh RRI, dan kini menjadi aset negara,"
Semenjak itu, rumah tersebut berganti-ganti penghuni yang merupakan karyawan RRI bersama keluarganya. "Hingga tahun 2000 sudah tidak lagi dihuni karyawan, hingga saat ini dibiarkan kosong, saya sendiri sudah terlanjur cinta dengan rumah ini, bahkan saya lebih cinta rumah ini dibandingkan istri saya, karena itu saya tinggal disini dan ikut merawat rumah ini sampai sekarang meski tidak digaji oleh RRI,"
kondisi rumah tersebut saat ini benar-benar tak terawat. Rumah yang memiliki luas sekira 2000 meter persegi tersebut dikelilingi sampah-sampah kayu di setiap ruang, dinding yang keropos, atap yang bocor, pengap, gelap, dan terkesan angker. Hanya sesekali anak-anak lewat bermain sepeda dan bola di depan rumah tersebut yang juga merupakan tanah lapang milik RRI.
Setidaknya hanya ada satu-satunya tetangga yang berada persis di belakang rumah tua itu, yakni Muhammad Irwan, yang tinggal bersama istri dan tiga anak yang masih kecil. Irwan mengaku telah tinggal di sekitar situ sejak 1969. Dahulu ayahnya, Fauzi, merupakan pegawai RRI bagian gudang. Hingga akhirnya Irwan menikah hingga memiliki anak, dan tinggal di samping rumah tua tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar