Lasmi, salah seorang ojek perempuan yang mangkal di kawasan Karet, Jakarta Pusat (Foto: Dewi Mayestika/okezone)
Semangat Lasmi sempat mengendur saat mengetahui adanya keputusan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur (FMP3), yang salah satunya memfatwakan haram bagi perempuan untuk naik ojek atau berprofesi sebagai tukang ojek.
“Lalu siapa yang mau nanggung hidup saya dan keluarga?” ujar pengojek perempuan yang biasa mangkal di kawasan Karet, Jakarta Pusat ini.
Sebagai seorang muslimah, perempuan yang mengaku memulai kariernya sejak tahun 1990-an itu memang menghargai fatwa itu. Namun, kebutuhanlah yang memaksa perempuan paruh baya ini meluruskan niat untuk terus bekerja sebagai tukang ojek.
Mengenai alasan bersinggungan badan, sebagaimana didalilkan forum ini, diakui Lasmi, tidak pernah berlaku padanya.
“Saya enggak mungkin terangsang atau berbuat maksiat, orang saya cuma ngantar penumpang, dibayar, terus cari penumpang lagi. Kenapa sih masalah gitu aja dibesar-besarkan, kan tidak sampai merugikan orang lain,” katanya cemas.
Dia juga berharap, para pemikir-pemikir Islam, sebaiknya terlebih dahulu mempelajari dampak dari fatwa itu, sebelum ketetapan itu dikeluarkan. “Kalau itu haram, harus ada yang nanggung keluarga saya,” ujarnya enteng.
Sebagai orang normal, dia juga mengaku berkeinginan untuk beristirahat di usianya yang telah melewati 50 tahun itu. Namun, hal tersebut hanya menjadi mimpi belaka bagi ibu empat anak ini. “Nasib empat anak dan suami saya tergantung pada saya dan penumpang ojek langgan saya,” punkasnya.
Semangat Lasmi sempat mengendur saat mengetahui adanya keputusan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur (FMP3), yang salah satunya memfatwakan haram bagi perempuan untuk naik ojek atau berprofesi sebagai tukang ojek.
“Lalu siapa yang mau nanggung hidup saya dan keluarga?” ujar pengojek perempuan yang biasa mangkal di kawasan Karet, Jakarta Pusat ini.
Sebagai seorang muslimah, perempuan yang mengaku memulai kariernya sejak tahun 1990-an itu memang menghargai fatwa itu. Namun, kebutuhanlah yang memaksa perempuan paruh baya ini meluruskan niat untuk terus bekerja sebagai tukang ojek.
Mengenai alasan bersinggungan badan, sebagaimana didalilkan forum ini, diakui Lasmi, tidak pernah berlaku padanya.
“Saya enggak mungkin terangsang atau berbuat maksiat, orang saya cuma ngantar penumpang, dibayar, terus cari penumpang lagi. Kenapa sih masalah gitu aja dibesar-besarkan, kan tidak sampai merugikan orang lain,” katanya cemas.
Dia juga berharap, para pemikir-pemikir Islam, sebaiknya terlebih dahulu mempelajari dampak dari fatwa itu, sebelum ketetapan itu dikeluarkan. “Kalau itu haram, harus ada yang nanggung keluarga saya,” ujarnya enteng.
Sebagai orang normal, dia juga mengaku berkeinginan untuk beristirahat di usianya yang telah melewati 50 tahun itu. Namun, hal tersebut hanya menjadi mimpi belaka bagi ibu empat anak ini. “Nasib empat anak dan suami saya tergantung pada saya dan penumpang ojek langgan saya,” punkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar