Ketika Lamya Kaddor mulai mengajar di Sekolah Gluecklauf di kota pertambangan di Jerman ini, ia memutar otak bagaimana menyajikan materi yang menarik bagi anak didiknya. Ia membayangkan, kelasnya bakal "tegang" karena materi yang disampaikan lumayan "berat", atau bahkan muridnya bosan dan pergi. Namun yang terjadi di luar dugaan.
Pelajaran agama Islam yang menjadi mata pelajaran pilihan, diikuti banyak siswa. Tak hanya anak-anak Muslim, tapi juga non-Muslim. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan mereka dan bagaimana pandangan Islam soal itu.
Apakah saya boleh punya pacar? Apakah kalau saya menganut Islam, saya boleh mengecat kuku saya? Apakah saya akan dibakar di api neraka jika saya memutuskan menjadi gay? Demikian berondongan pertanyaan yang harus dijawab Kaddor. Ia pun makin bersemangat mengelola kelasnya.
Ya, konstitusi Jerman menetapkan bahwa agama menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Inisiatif lahir dari kekejaman era Nazi, dan kali ini, ingin memberi landasan etika dan identitas bagi generasi muda. Maka, keran pendidikan agama dibuka di tiap sekolah negeri. Katolik dan Kristen telah lebih dulu mengajarkan agama di sekolah, dengan didanai publik. Yahudi baru tahun 2003 mengajarkan agamanya di sekolah. Dan, sejak akhir tahun lalu, guru Muslim didatangkan untuk mengajar pendidikan agama Islam.
Sejumlah pengamat, seperti dilaporkan Christian science Monitor, menyatakan kelas Islam ini positif untuk membantu integrasi kaum Muslim yang berjumlah 6 persen dari populasi itu. kelas ini juga menunjukkan sikap terbaru pemerintah Jerman terhadap minoritas Muslim.
"Kelas Muslim di sekolah umum adalah tes untuk integrasi Jerman," kata Michael Kiefer, penulis sejarah Islam di Jerman. Kaum Muslim, katanya, bisa melihat bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang agama-agama lain juga mendapatkan. "Ini berdampak sangat positif pada mereka. "
Selama beberapa dekade, Jerman tidak banyak berbuat bagi minoritas Muslim. Mereka mengklasifikasikan Muslim sebagai pendatang, bukan bagian dari mereka. Tetapi, seperti kata CSM, Jerman sekarang lebih bersedia untuk melihat imigran sebagai bagian dari identitas negara.
Sebetulnya, ada beberapa contoh menarik tentang apreasiasi pemerintah terhadap Muslim di Jerman. Di North Rhine Westphalia, misalnya, kelas Islam bukan hal baru. Di kota dimana sepertiga dari umat Islam Jerman hidup, ada 150 sekolah umum menawarkan studi Islam untuk 13 ribu anak-anak mulai kelas 1 sampai 10. Sekitar 200 sekolah mengajarkan kursus nasional, yang didirikan oleh pemerintah negara bagian bekerja sama dengan kelompok-kelompok Muslim lokal.
Genderang ditabuh Menteri Dalam Negeri Wolfgang Schäuble tahun lalu, saat mendesak agar Jerman mendanai pendidikan agama bagi 900 ribu siswa Muslim di sekolah-sekolah umum. "Ini dapat menjadi teladan bagi masyarakat kita untuk mengakui dan mengatasi semua perbedaan yang menghadang kita," katanya di depan parlemen.
Menurut sebuah penelitian yang dirilis Kementerian Dalam Negeri musim semi lalu, 80 persen Muslim di Jerman hanya menginginkan itu. Yang dipertaruhkan adalah keadilan serta pragmatisme: lebih baik untuk negara - pendidikan agama secara formal dalam bahasa Jerman, daripada kelas-kelas agama tanpa pengawasan. "Kita harus melarikan diri dari pemikiran bahwa Islam adalah agama untuk orang asing," katanya.
Tanpa perlu menunggu lama, palu diketuk dan pendidikan Islam disetujui untuk diberikan di sekolah-sekolah umum di seluruh Jerman.
Sekolah-sekolah banyak mendapatkan hal positif dengan pendidikan ini. Hans-Jakob Herpers, kepala Sekolah Gluecklauf, menyatakan, guru agama Islam tak sekadar mengajarkan agama Islam saja. "Dia telah menjadi semacam penasihat kehidupan bagi para siswa, terutama untuk anak perempuan, yang mungkin tidak berani mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu pada orang tua atau di sekolah-sekolah agama," ujarnya.
Herpers mengaku, semua agama mengajarkan kebaikan. Satu lagi yang terpenting, pada siswa Muslim mereka telah mendapatkan identitasnya: bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Jerman, yang hak-haknya dihargai seperti yang lain. Republika.co.id
Pelajaran agama Islam yang menjadi mata pelajaran pilihan, diikuti banyak siswa. Tak hanya anak-anak Muslim, tapi juga non-Muslim. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan mereka dan bagaimana pandangan Islam soal itu.
Apakah saya boleh punya pacar? Apakah kalau saya menganut Islam, saya boleh mengecat kuku saya? Apakah saya akan dibakar di api neraka jika saya memutuskan menjadi gay? Demikian berondongan pertanyaan yang harus dijawab Kaddor. Ia pun makin bersemangat mengelola kelasnya.
Ya, konstitusi Jerman menetapkan bahwa agama menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Inisiatif lahir dari kekejaman era Nazi, dan kali ini, ingin memberi landasan etika dan identitas bagi generasi muda. Maka, keran pendidikan agama dibuka di tiap sekolah negeri. Katolik dan Kristen telah lebih dulu mengajarkan agama di sekolah, dengan didanai publik. Yahudi baru tahun 2003 mengajarkan agamanya di sekolah. Dan, sejak akhir tahun lalu, guru Muslim didatangkan untuk mengajar pendidikan agama Islam.
Sejumlah pengamat, seperti dilaporkan Christian science Monitor, menyatakan kelas Islam ini positif untuk membantu integrasi kaum Muslim yang berjumlah 6 persen dari populasi itu. kelas ini juga menunjukkan sikap terbaru pemerintah Jerman terhadap minoritas Muslim.
"Kelas Muslim di sekolah umum adalah tes untuk integrasi Jerman," kata Michael Kiefer, penulis sejarah Islam di Jerman. Kaum Muslim, katanya, bisa melihat bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang agama-agama lain juga mendapatkan. "Ini berdampak sangat positif pada mereka. "
Selama beberapa dekade, Jerman tidak banyak berbuat bagi minoritas Muslim. Mereka mengklasifikasikan Muslim sebagai pendatang, bukan bagian dari mereka. Tetapi, seperti kata CSM, Jerman sekarang lebih bersedia untuk melihat imigran sebagai bagian dari identitas negara.
Sebetulnya, ada beberapa contoh menarik tentang apreasiasi pemerintah terhadap Muslim di Jerman. Di North Rhine Westphalia, misalnya, kelas Islam bukan hal baru. Di kota dimana sepertiga dari umat Islam Jerman hidup, ada 150 sekolah umum menawarkan studi Islam untuk 13 ribu anak-anak mulai kelas 1 sampai 10. Sekitar 200 sekolah mengajarkan kursus nasional, yang didirikan oleh pemerintah negara bagian bekerja sama dengan kelompok-kelompok Muslim lokal.
Genderang ditabuh Menteri Dalam Negeri Wolfgang Schäuble tahun lalu, saat mendesak agar Jerman mendanai pendidikan agama bagi 900 ribu siswa Muslim di sekolah-sekolah umum. "Ini dapat menjadi teladan bagi masyarakat kita untuk mengakui dan mengatasi semua perbedaan yang menghadang kita," katanya di depan parlemen.
Menurut sebuah penelitian yang dirilis Kementerian Dalam Negeri musim semi lalu, 80 persen Muslim di Jerman hanya menginginkan itu. Yang dipertaruhkan adalah keadilan serta pragmatisme: lebih baik untuk negara - pendidikan agama secara formal dalam bahasa Jerman, daripada kelas-kelas agama tanpa pengawasan. "Kita harus melarikan diri dari pemikiran bahwa Islam adalah agama untuk orang asing," katanya.
Tanpa perlu menunggu lama, palu diketuk dan pendidikan Islam disetujui untuk diberikan di sekolah-sekolah umum di seluruh Jerman.
Sekolah-sekolah banyak mendapatkan hal positif dengan pendidikan ini. Hans-Jakob Herpers, kepala Sekolah Gluecklauf, menyatakan, guru agama Islam tak sekadar mengajarkan agama Islam saja. "Dia telah menjadi semacam penasihat kehidupan bagi para siswa, terutama untuk anak perempuan, yang mungkin tidak berani mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu pada orang tua atau di sekolah-sekolah agama," ujarnya.
Herpers mengaku, semua agama mengajarkan kebaikan. Satu lagi yang terpenting, pada siswa Muslim mereka telah mendapatkan identitasnya: bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Jerman, yang hak-haknya dihargai seperti yang lain. Republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar