Jumat, 01 Januari 2010

Setelah Mobil Mewah Kini Pesawat Terbang !


Super Mewah Pejabat Tinggi Negara

Fenomena gagalnya reformasi satu diantaranya disebabkan oleh perilaku politik dijajaran pemerintahan yang tidak peka atau sense of crisis ditengah rakyat hidup menderita dan banyak yang dibawah garis kemiskinan, mereka melakukan penyelewengan uang negara secara berlebihan yang bukan merupakan skala prioritas utama dalam pembangunan. Pemberian fasilitas yang berlebihan super mewah bukanlah jawaban untuk memberikan pelayanan dan peningkatan kinerja dari para pejabat kementrian, legislatif dsb.

Teori Myrdal dalam pemenuhan kesejahteraan pegawai misalnya, hanyalah faktor yang bersifat mendasar saja dimana korelasi antara ksejahteraan dan prestasi kerja terkait, namun bukan kemudian setelah terpenuhi minta tambah fasilitas secara berlebihan sehingga menimbulkan keuangan negara terancam.Pada kasus ini pentingnya standar barang yang diambil tidak perlulah mencapai yang tertinggi bahkan melewati budget yang dianggarkan sehingga menguras keuangan negara. Fenomena ini juga telah menjadi trend diberbagai daerah seringkali mengambil standar tertinggi harga barang dan melewati budget anggaran, bahkan biaya anggaran yang diada-adakan.

Baca berita terkait fenomena tersebut dari berbagai sumber

Setelah Mobil Mewah Kini Pesawat Terbang

Jakarta (SIB)
Penggantian mobil mewah bagi menteri dan pimpinan pejabat tinggi negara justru makin memperburuk citra pemerintah di mata rakyat saat mereka menghadapi kesulitan hidup.
Pembelian mobil pejabat memang sudah dianggarkan sebelumnya oleh pemerintah kepada DPR. Selain mobil dinas, ternyata mengajukan pembelian pesawat khusus kepresidenan.
“Saya kira itu tidak pantas terutama citra Presiden di mata rakyatnya. Mestinya anggaran negera tidak dihambur-hamburkan untuk kepentingan sekunder seperti itu,” kata pengamat politik Cecep Effendy kemarin.

Kalau Presiden ingin menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap nasib rakyatnya mestinya menggunakan belanja negara dengan efisien. Tidak perlu mengganti mobil dinas pejabat tinggi negara karena tetap masih bisa digunakan.

“Lagi pula ini khan baru awal kerja dan belum ada bukti dari hasil kinerja mereka, mengapa harus diberikan mobil mewah yang harganya sangat mahal tersebut,” jelasnya.
Presiden hendaknya justru mengajak para menterinya untuk menunjukkan kinerja yang nyata kepada rakyat. Harus ada pesan kuat di mata rakyat bukan sebaliknya. “Memang kalau dinilai tidak terlalu besar tapi harus disadari masih banyak rakyat yang perlu perhatian untuk kesejahteraan mereka,” tambah Cecep.
Dikatakan, para menteri sesungguhnya tidak butuh mobil dinas mewah. Masyarakat pun tahu para menteri-menteri itu sudah punya mobil untuk tugas atau mobil menteri yang lama. “Saya kira MS Hidayat itu punya mobil lebih dari satu dan lebih mewah dari jatah menteri sekarang,” tegasnya.Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan mengatakan Presiden harus bisa menciptakan nuansa kesederhanaan kepada para menterinya. Jangan justru menciptakan kemewahan melalui mobil dinas tersebut.

Pesawat Presiden

Ketua Badan Anggaran DPR, Harry Azhar Aziz mengatakan item pembelian mobil dinas pejabat tidak pernah dibahas dalam rapat anggaran. Saat dibahas, pihak pemerintah hanya memunculkan besaran pajaknya Rp 62,5 miliar.
“Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 3 November 2009 hanya memunculkan pajaknya sebesar Rp 62,5 miliar,” katanya. “Itu pajak untuk pembelian mobil pejabat negara. Belum harga mobilnya.”
Selain mengajukan pajak pengadaan mobil dinas pejabat negara setingkat menteri, pemerintah juga mengajukan anggaran pengadaan pesawat VVIP Presiden Rp 200 miliar dan anggaran untuk renovasi pagar istana negara Rp 22,581 miliar. Harry mengakui bahwa anggaran ini disetujui oleh DPR dalam rapat Badan Anggaran. “Anggaran pesawat Presiden dan pagar istana memang dibicarakan dalam Rapat dengan kami,” pungkasnya. (PK/o)
ICW Desak KPK Selidiki Pengadaan Mobil Pejabat

Republika Newsroom
Kamis, 31 Desember 2009

JAKARTA–Indonesia Corruption Watch mendesak KPK memeriksa aspek penganggaran dan pengadaan mobil mewah para pejabat negara. Pasalnya,penganggaran tersebut dianggap menyimpang dari ketentuan Menteri Keuangan dengan potensi pemborosan Rp 71,1 miliar.

“ICW menyesalkan pembelian mobil mewah bagi pejabat negara karena tak ada sense of crisis pemerintah serta ada beberapa persoalan dalam prosesnya,”papar peneliti divisi korupsi politik ICW Abdullah Dahlan,Kamis (31/12.

Ia mensinyalir beberapa masalah terletak di proses penyusunan anggaran dan aspek pengadaan atau tender. Dimulai dari pengesahan APBN 2009 pada Oktober 2008 lalu,pengadaan mobil mewah bagi sejumlah menteri mencapai Rp 63,99 miliar. Persoalannya,dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2008 tanggal 29 April 2008 tentang Standar Biaya Umum Anggaran 2009 menyebutkan standar tertinggi pengadaan mobil dinas pejabat sebesar Rp 400 juta/unit. Tapi,di penetapan APBN 2009 itu disepakati biaya per unit mobil mencapai Rp 810 juta. Dengan kuota jumlah mobil 79 buah.

Kemudian,lanjut Abdullah, pada November 2009,Menkeu mengusulkan dana tambahan sebagai biaxa pajak barang mewah sebesar Rp 62,8 miliar. Walhasil, Toyota Crown Royal Saloon yang diperkirakan berharga Rp 1,3 miliar kini berada di tangan menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan pimpinan lembaga legislatif.

“Hal ini menunjukkan terjadi pemborosan negara oleh Depkeu dan Setneg dalam mengalokasikan pengadaan dengan selisih Rp 410 juta per unit atau lebih dari 100 persen,”papar Abdullah.

Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam pun menaksir ada potensi pemborosan sebesar Rp 71,1 miliar. Menurutnya, kebocoran tersebut menunjukkan buruknya proses perencanaan penganggaran APBN. “Penganggaran pengadaan ini dirancang seolah mendesak,” ujarnya.

Hal ini terlihat dari penyusunan mata anggaran yang diposting dalam angggaran mendesak Depkeu dan Setneg sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Dengan kondisi ini,anggaran dipaksakan untuk disahkan. Maka,ia pun mendesak KPK untuk memeriksa aspek penganggaran dan pengadaan mobil mewah ini. Serta meminta pemerintah menarik semua mobil yang didistribusikan. wul/kpo

Mobil Mewah Pejabat Melukai Rasa Keadilan

Rabu, 30 Desember 2009

Penulis : Kennorton Hutasoit

JAKARTA-MI: Pengadaan mobil mewah melukai rasa keadilan publik. Sejatinya, APBN digunakan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun faktanya digunakan untuk menggemukan birokrasi dan foya-foya pejabat dengan seribu alasan “good governance termasuk membeli mobil mewah.

Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan anggaran mestinya lebih diefisienkan bukan malah diboroskan. “Catatan IBC, sejak tahun 2005-2010, alokasi APBN untuk belanja pegawai (gaji) berkisar 15% – 22% terhadap total belanja pemerintah pusat. Trennya selalu naik dari tahun ke tahun, belum termasuk belanja barang untuk fasilitas pejabat dan aparatur di bawahnya,” ujarnya.

Pengadaan mobil mewah bagi pejabat negara, ujar Roy, merupakan bentuk pengingkaran janji pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jilid II kepada rakyat untuk mendorong efisiensi belanja Negara di awal pemerintahannya. “Pengadaan mobil mewah pejabat menyedot APBN sekitar 106 milyar. Penelusuran IBC menyebutkan bahwa mobil mewah yang diadakan melalui APBN-P 2009 sebanyak 80 buah dengan beban pajak (PPnBM) yang musti ditanggung negara sekitar Rp785 juta per mobil atau totalnya sebesar Rp62,8 miliar,” kata Roy.

Berdasarkan pengakuan direktur pemasaran PT Toyota Astra Motor, ujar Roy, harga beli 1 buah mobil toyota crown royal saloon sebesar Rp 1,325 milyar. Pengadaan mobil mewah melalui instrument APBN-P 2009 dapat dikatakan masih buruknya sistem perencanaan APBN.

“Mengapa pengadaan mobil tidak direncanakan sejak tahun 2008? Mengapa setelah dilantik para pejabat baru tersebut, lalu muncul usulan dalam APBN-P 2009? Inilah bentuk buruknya perencanaan APBN dan bentuk keserakahan menteri/pejabat yang baru dilantik untuk menyedot uang rakyat,” kesalnya.

Niat pemerintah yang memaksakan pembelian mobil Toyota crown royal saloon dapat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk memperlihatkan “citranya” kepada masyarakat bahwa mereka (pemerintah) dapat membelanjakan APBN sesuai target. “Bila saja mobil yang diadakan adalah mobil jenis lain yang lebih murah (bukan mobil mewah) maka uang Negara yang dikeluarkan untuk membayar pajak mobil mewah tersebut (sekitar Rp 62,8 milyar) tidak dikeluarkan dan dapat digunakan untuk yang lebih prioritas,” ujarnya. Sbr. Media Indonesia

Roy mengasumsikan biaya pengadaan mobil mewah pejabat negara setara dengan biaya pendidikan gratis untuk 184 ribu siswa setingkat SMP. “Fantastis.! Bayangkan, jika saja pemerintah masih memiliki “sense of crisis” dengan kemiskinan di masyarakat saat ini, maka sesungguhnya anggaran pengadaan dapat menggratiskan biaya pendidikan sekitar 184 ribu siswa setingkat SMP atau biaya 1 mobil (Rp 1,325 milyar) dapat menggratiskan biaya pendidikan sekitar 2,300 siswa setingkat SMP dalam setahun,” cetusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar